ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Berbagi Inspirasi - Dulu, Aleppo termasuk kota terkaya dibanding wilayah-wilayah Daulah Utsmani lainnya. Bahkan kota terkaya di dunia di era itu. Aktivitas ekonomi begitu menggeliat. Pasar begitu semarak. Dan terdapat puluhan Qaysarriet (pasar dengan komoditi internasional). Kota ini dilabuhi oleh pedagang dari penjuru timur dan barat. Inilah Kota Aleppo di masa silam. Kota yang sekarang porak-poranda karena peperangan.
Denyut Aleppo dahulu begitu menggairahkan. Peradabannya tinggi dalam kurun usianya. Ia menjelma menjadi kota modern dan maju dalam sejarah peradaban manusia. Bagaimana tidak, sejarah kota ini telah dimulai 7000 tahun sebelum masehi. Benteng-bentengnya, gerbang-gerbangnya, dan Sungai Queiq menjadi saksi bisu perjalanan kota istimewa ini.
Aleppo telah merasakan kekuasaan negara-negara, raja-raja, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda. Dan masa keemasannya adalah era Utsmani. Kala itu, orang-orang Eropa menggelarinya kota terindah di negeri Utsmani. Mereka puja dan kenang keindahannya dalam syair-syair mereka.
Aleppo menjadi pesaing Kairo. Kota yang di Perang Dunia I hendak dijadikan ibu kota Daulah Utsmaniyah, apabila Istanbul jatuh.
Menjadi Wilayah Utsmani
Suriah (Syam) menjadi bagian dari Turki Utsmani selama 4 abad. Wilayah ini dikuasai oleh kerajaan Turki itu setelah Sultan Salim I mengalahkan pasukan Mamalik dalam Perang Marj Dabiq. Sebuah perang besar yang terjadi di selatan Aleppo 24 Agustus 1516 M. Setelah Aleppo, Damaskus pun masuk ke wilayah Utsmani pada 26 September 1516. Sampai akhirnya terjadi revolusi Arab dan Perang Dunia I, Oktober 1918, Aleppo tidak lagi berada di bawah otoritas Utsmani.
Setelah kemenangan Turki Utsmani dala Perang Marj Dabiq, Sultan Salim I berserta pasukan dan orang-orang yang akan ia jadikan pejabat di Aleppo memasuki kota tersebut. Tanggal 28 Agustus 1516, rombongan ini disambut penduduk Aleppo dengan damai. Mereka berkumpul di Lapangan al-Azraq dan menyerahkan kunci benteng kepada Sultan Salim I. Al-Mutawakkil yang sebelumnya menguasai Aleppo pun keluar dari kota tua itu.
Sultan Salim I mengangkat Jah Ahmad Pasha menjadi Gubernur Aleppo. Dan melantik Kamal Jalbi sebagai hakim Aleppo. Sejak saat itu, Aleppo menjadi wilayah Suriah pertama yang menjadi bagian Daulah Utsmaniyah.
Sepanjang abad 16 dan 17, Syam secara umum dan Aleppo secara khusus mengalami perkembangan pesat. Pertumbuhan ekonomi dan penduduknya melonjak. Jamaah-jamaah haji yang berkumpul di Damaskus untuk berangkat ke Hijaz dan kafilah-kafilah yang hendak bertolak menuju Teluk Arab dan Irak, semua menjadikan Aleppo sebagai rute. Keadaan itu kian menyemerakkan Aleppo.
Kian hari Aleppo semakin bangkit. Sastra, cabang-cabang keilmuan, dan penduduk yang besar menjadi tulang punggung peradaban kota yang terletak di utara Suriah itu. Kota itu pun menjadi kota terpenting ketiga di Daulah Utsmaniyah. Setelah Istanbul dan Kairo. Aleppo adalah kota dagang utama antara dunia timur dan barat. Ia menjadi agen utama perdagangan antara propinsi Utsmani. Pasar-pasarnya mengalahkan pasar Eropa. Di sana juga terdapat pabrik tekstil besar. Pada abad ke-16, kota itu menjadi pusat sutra, rempah-rempah, obat-obatan, dan barang berharga.
Pada tahun 1885, Aleppo telah memiliki kamar dagang (seperti KADIN di Indonesia). Kota ini memiliki hubungan dagang yang erat dengan Baghdad dan Mosul. Laut Mediterania menjadikan kota ini dikenal dan terbuka untuk pedagang dari segala penjuru bumi. Dan khususnya Irak di lingkungan Arab dan dunia Islam.
Gubernur Aleppo yang paling terkenal di abad ke-19 adalah Ahmed Cevdet Pasha. Menariknya, gubernur ini juga merupakan seorang sejarawan masyhur. Selain itu, ia juga perhatian dengan kebudayaan. Bukti intelektualnya, ia ekspresikan dalam sebuah buku yang berjudul Tarikh Cevdet. Sebuah buku sejarah yang terdiri dari beberapa jilid. Gubernur lainnya adalah Kamal Pasha dan Jamil Pasha. Jamil Pasha adalah gubernur yang membangun markas militer dan rumah sakit di Aleppo. Dan gubernur lainnya adalah Rivat Pasha yang memerintah antara tahun 1885 sampai 1900.
Di awal abad 18, konsulat dan para pebisnis Eropa mulai tinggal di Aleppo. Mereka membawa serta keluarga. Tinggal di salah satu kota Timur Tengah itu. perkembangan ekonomi Aleppo pun kian meningkat. Apalagi tatkal dibukanya terusan Suez pada tahun 1869, bintang kota ini kian cemerlang. Kembali ke zaman keemasannya seperti hari-hari Abbasiyah dan Ayyubiyah.
Dalam buku Nahru adz-Dzahab fi Tarikh Halab, dijelaskan tentang luas wilayah Aleppo di masa Daulah Utsmaniyah. Liwa Hama di sebelah utara Suriah. Di sebelah baratnya adalah Laut Mediterania. Sivas Vilayet di sebelah selatan. Dan sebelah timur adalah Diyarbakir, di Turki sekarang.
Dari arah Damaskus, lewat pedagang-pedagang dari Jordania, Palestina, Nejd, dan Hijaz. Dan tentu saja para pedagang Eropa.
Berpisah Dengan Utsmani
Setelah revolusi Arab dan lepasnya wilayah Syam dari kekuasaan Turki Utsmani tahun 1918, diumumkanlah berdirinya al-Mamlakah as-Suriah al-Arabiyah (Kerajaan Arab Suriah). Batas wilayahnya adalah wilayah Suriah sekarang ditambah Libanon, Palestina, Yordania, dan sebagian wilayah Turki sekarang, seperti Antiokia dan Anatolia. Kemudian, Kemal Ataturk memperjuangkan wilayah tersebut. Turki menolak menandatangani perjanjian Skyes Pycot. Dan menyepakati perjanjian baru, Perjanjian Laussane, untuk memodifikasi perbatasan yang telah dibebaskan dari provinsi Suriah utara menjadi wilayah Turki.
Di era Kerajaan Arab Suriah, Aleppo tetap menjadi ibu kota perdagangan kerajaan. Ia juga digelari sebagai kota yang paling aman di negara itu. Namun sekarang, semua itu tinggallah kenangan. Aleppo terancam kehancuran total. Saking tidak amannya kondisi kota tersebut, untuk pertama kalinya shalat Jumat tidak ditegakkan di kota itu setelah ratusan tahun Islam masuk ke sana.
Semoga Allah SWT mengembalikan kedamaian Kota Aleppo, menjaga penduduknya, dan mengangkat musibah yang menimpa mereka.
Sumber: kisahmuslim.com